[Resume] Bioremediasi Limbah Merkuri

Reviewer: Nurrosyidah Pratami Harun 

1.      Pengertian Merkuri
Logam merkuri (Hg) adalah salah satu trace element yang mempunyai sifat cair pada temperatur ruang dengan spesifik gravity dan daya hantar listrik yang tinggi. Karena sifat-sifat tersebut, merkuri banyak digunakan baik dalam kegiatan perindustrian maupun laboratorium. Lihat tabel 1. Logam berat merkuri (Hg) merupakan cairan yang berwarna putih keperakan dengan titik beku – 38,87oC dan titik didih 356,90oC serta berat jenis 13.55 gr/cm3 dan berat atom 200,6 (Putranto, 2011).
Secara alami Hg dapat berasal dari gas gunung berapi dan penguapan dari air laut. Industri pengecoran logam dan semua industri yang menggunakan Hg sebagai bahan baku maupun bahan penolong, limbahnya merupakan sumber pencemaran Hg. Sebagai contoh antara lain adalah industri klor alkali, tambang emas, peralatan listrik, cat, termometer, tensimeter, industri pertanian, dan pabrik detonator. Kegiatan lain yang merupakan sumber pencemaran Hg adalah praktek dokter gigi yang menggunakan amalgam sebagai bahan penambal gigi. Selain itu bahan bakar fosil juga merupakan sumber Hg pula (Sudarmaji, dkk., 2006).
Peninggian konsentrasi merkuri dan logam dasar dapat diakibatkan antara lain : Kontaminasi merkuri yang ditambahkan pada proses amalgamasi untuk menangkap emas yang ikut terbuang ke dalam tailing dan yang menjadi uap merkuri saat penggarangan amalgam.
a.       Dispersi alami dari tubuh bijih yang mengandung merkuri dan logam dasar.
b.      Kontaminasi dari batuan atau bijih emas yang mengandung merkuri dan logam dasar yang terbuang sebagai tailing
c.       Kontaminasi dari aktivitas manusia di sekitar penambangan seperti pemakaian pestisida, penggunaan peralatan yang mengandung logam, gas buang kendaraan dll yang mengandung unsur merkuri dan logam lainnya (Widhiyatna, 2006).

Beberapa sifat merkuri adalah sebagai berikut:
a.       Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (250C) dan mempunyai titik beku terendah dari semua logam, yaitu -390C.
b.      Merkuri mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam.
c.       Ketahanan listrik merkuri sangat rendah sehingga merupakan konduktor yang terbaik dari semua logam.
d.      Banyak logam yang dapat larut di dalam merkuri membentuk komponen yang disebut amalgam (alloy).
e.       Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap semua makhluk hidup.

3.      Sumber Logam Merkuri
Menurut Juliawan dkk., (2005) salah satu sumber pencemaran logam merkuri dalam tanah dapat berasal dari proses pelapukan batuan termineralisasi atau akibat peggarapam pada penambangan atau pengolahan emas dalam tahap penggilingan, pencucian, maupun, penggarangan. Penggilingan meyebabkan merkuri terpecah menjai butiran halus yang sifatnya sukar dipisahkan sehingga dapat lepas dari tromol atau gelendung. Pencmaran tersebut terjai ketika sbagian merkuri yang digunakan sebaga bahan pengikat unsur emas, terbuang bersama air limbah pencucian ke ke lokasi pembuangan, baik di tanah maupun di air sungai.
Tentu saja sumber utama merkuri ini adalah proses pembuangan limbah pabrik ke laut. Efek yang terlihat pada kasus penyakit Minamata dapat terjadi bila dosis efektif dalam tubuh manusia sudah tercapai.
a.       Sumber dari pencemaran logam berat dapat dibagii menjadi dua sumber yaitu yang berasal dari lingkungan itu sendiri alami
b.      Berasal dari daerah pantai (coastal supply), yaitu berasal dari sungai dan abrasi pantai oleh aktivitas gelombang
c.       Logam yang dibebaskan oleh aktiviitas gunung berapi dan logam yang dibebaskan oleh proses kimiawi
d.      Berasal dari lingkungan daratan dan dekat pantai, salah satunya adalah logam yang berasal dari biota laut.
e.       Selain sumber alami, terdapat sumber pencemaran logam berat yang berasal dari manusia(buatan), yang berasal dari proses industry atau kegiatan pertambangan (Purnomo, 2009).


Pencemaran merkuri merupakan masalah yang makin meluas akibat dari berbagai penggunaan dalam aktivitas manusia, diantaranya digunakan dalam proses bleaching (produksi klorin, kertas, tekstil), sebagai katalis, pigmen untuk cat, penambangan emas dan bahan agrokimia. Dalam penambangan emas rakyat merkuri digunakan dalam proses amalgamasi dengan cara tradisional dan limbahnya terbuang begitu saja sehingga menimbulkan pencemaran yang meluas ke lingkungan sekitarnya, termasuk sungai dan lahan pertanian (sawah) (Hidayati, 2009).
Implikasi Klinik Akibat Tercemar Oleh Merkuri (Hg). Pada studi epidemiologi ditemukan bahwa keracunan metil dan etil merkuri sebagian besar disebabkan oleh konsumsi ikan yang diperoleh dari daerah tercemar atau makanan yang berbahan baku tumbuhan yang disemprotdengan pestisida jenis fungisida alkil merkuri (Putranto, 2011).
Keracunan Hg yang sering disebut sebagai mercurialism banyak ditemukan di negara maju, misalnya Mad Hatter’s Disease yang merupakan suatu outbreak keracunan Hg yang diderita oleh karyawan di Alice Wonderland. Bencana Minamata yang merupakan suatu outbreak keracunan Hg pada penduduk makan ikan yang terkontaminasi oleh Hg di Minamata Jepang, dan kejadian ini dikenal sebagai Minamata Disease. Penyakit lain yang disebabkan oleh keracunan Hg adalah Pink Disease yang terjadi di Guatemala dan Rusia yang merupakan outbreak (Putranto, 2011).
Selanjutnya dampak negatif terhadap lingkungan adalah terlepasnya merkuri dan logam berat ke dalam badan sungai dan lingkungan sekitarnya sehingga mengakibatkan kontaminasi terhadap ekosistem daerah aliran sungai (Widhiyatna, 2006).

a.       Bioremediasi dengan Bakteri
Kemampuan bakteri menghasilkan polisakarida ekstraselular dapat melindungi sel dari pengaruh toksik logam berat. Hasil penelitiannya memberikan indikasi bahwa bakteri heterotrof yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung merkuri dengan konsentrasi 150-200 μg/g akan mengalami penurunan viabilitas setelah 21 hari inkubasi. Kontaminasi yang diakibatkan oleh logam berat di alam tidak bersifat bio degradable. Namun demikian, sejumlah logam berat dan metaloid pengkontaminan penting bersifat kurang larut dan lebih volatile dalam bentuk tereduksi apabila dibandingkan dalam bentuk teroksidasi. Reaksi reduksi merkuri merupakan salah satu contoh reaksi reduksi logam larut menjadi bentuk volatil dengan persamaan reaksi sebagai berikut: Hg(II) + [H2] → Hg(0) + 2 H )Suryani, 2011).
Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah oleh aktifitas mikroorganisme menjadi komponen methyl merkuri (CH3-Hg) yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air.  Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia, yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut. Suryani, (2011) mengemukakan bahwa terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena kecepatan pengambilan merkuri (up take rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekskresi.
Barkay (2000) menjelaskan bahwa ada empat jenis mekanisme enzimatis terkait dengan mekanisme transformasi merkuri yang dilakukan oleh bakteri yaitu:
1)      Reduksi Hg2+ menjadi Hg0,
2)      pemecahan senyawa organomerkuri (termasuk MeHg+), yang menghasilkan bentuk Hg0,
3)      metilasi Hg2+, dan oksidasi Hg0 menjadi Hg2+.
Sejumlah bakteri resisten terhadap merkuri telah diisolasi dari berbagai jenis lingkungan. Umumnya bakteri tersebut termasuk dalam kelompok baik bakteri Gram negatif maupun Gram positif. (Nascimento & Chartone-Souza, 2003 dalam Santi dan Goenadi, 2009). Beberapa bakteri aerobik dan fakultatif mengkatalisasi proses reduksi Hg(II) menjadi Hg(0) seperti Bacillus, Pseudomonas, Corynebacterium, Micrococcus dan Vibrio. Pseudomonas maltophilia dapat mereduksi Cr6+ yang bersifat mobile dan toksik menjadi bentuk immobile dan nontoksik Cr3+ serta meminimumkan mobilitas ion toksik lainnya di lingkungan seperti Hg2+, Pb2+ dan Cd2+.
Jenis-jenis mikroorganisme yang bersifat resisten terhadap merkuri Sulfbiobus solfataric, Pseudomonas putida Spi3, Pseudomonas stutzeri I b03, Pseudomonas fulva Spil 1.

b.      Bioremediasi dengan Tumbuhan
Proses fitoremediasi dilakukan pada bak kedap air dengan ukuran bak 2 x 3 m dan dalamnya 1 m dengan ketinggian air 5 cm diatas permukaan batu dan pasir. Aliran air limbah dialirkan melalui pipa 4 inci dan terlebih dahulu dimasukkan ke kolam pengendapan dan selanjutnya masuk ke bak fitoremediasi. Kolam pengendapan berukuran 0.5 x 0.75 dan dalamnya 1 m untuk menghindari pengendapan pada bak fitoremediasi. Aliran yang masuk ke bak pipa fitoremediasi berasal dari 1 unit pengolahan emas. Dimana 1 unit pengolahan emas terdiri atas 10 tromol (Mahmud dkk., 2013).
Khusus Daerah Mohutango Kabupaten Bone Bolango pada bulan Agustusn 2012 terdapat 7 unit tromol tetapi yang beroperasi 2 unit pengolahan. Setiap unit pengolahan terdiri dari 10 buah tomol. Sedikitnya unit pengolahan yang aktif karena ciri jumlah emas yang ditemukan di daerah itu mengalami penurunan. Ciri khas tambang tradisional adalah berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung jumlah emas yang ditemukan. Masing masing tromol menggunakan 1 kg Hg sekali putaran. Kisaran waktu pengolahan untuk satu tromol mencapai 4 jam, sehingga proses pengolahan dalam kurun waktu 24 jam, intensitas usaha mencapai 5 – 7 kali proses (Mahmud, 2013).
Berdasarkan data ini dalam 1 bak fitoremediasi maka terdapat 10 tomol dengan 10 kg Hg yang di pakai setiap kali putaran. Setiap 1 kg Hg, yang menjadi limbah adalah 10 gram Hg maka diperkirakan limbah yang terbuang ke lingkungan sebesar 10 Kg Hg x 0,01 kg Hg maka akan ada 0.1 kg Hg yang terbuang ke lingkungan untuk satu kali putaran. Untuk 6 kali putar setiap harinya maka akan ada 0.6 kg Hg limbah yang dialirkan masuk ke bak fitoremediasi. Hal ini dapat meningkatkan serapan merkuri pada akar dan daun tumbuhan yang dijadikan sebagai fitoremediasi. Umur tanam untuk fitoremediasi selama 20 hari masa tanam. Hasil serapan merkuri pada akar dengan adanya fitoremediasi ditunjukkan pada Gambar 1.
Konsentrasi merkuri yang sangat tinggi terutama tanaman paku pakis sebesar 641 ppb pada daun dan 4084 ppb pada akar. Peninggian merkuri pada tanaman ini karena tanaman ini hidup pada lokasi tambang sehingga sering terpapar merkuri. Jenis-jenis tanaman uji diambil di pinggiran Sungai Tulabolo. Sungai Tulabolo menerima limbah dari aktifitas tambang di sekitarnya. Sehingga fluktuasi konsentrasi merkuri berbeda-beda. Sungai Tulabolo merupakan pertemuan sungai-sungai kecil yang menerima limbah tambang dari lokasi berbeda-beda sehingga merupakan campuran dari sungai-sungai lainnya. Sehingga konsentrasi merkuri dapat berfluktuasi. Tumbuhan yang hidup di lokasi pertemuan Sungai Tulabolo dan Sungai Mohutango menyebabkan serapan merkuri oleh tanaman keladi tikus mencapai 3012 ppb pada akar dan 230 ppb pada daun. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Juheiti et al, (2005) yang menyatakan akumulasi merkuri pada tanaman secara umum meningkat dengan makin meningkatnya konsentrasi merkuri pada media tanam dan makin meningkatnya umur tanaman.
Konsentrasi yang tinggi pada tumbuhan dapat terjadi karena baik konsentrasi di dalam air maupun di dalam sedimen cukup tinggi sehingga mempengaruhi konsentrasi merkuri di akar dan daun tumbuhan. Kegiatan aktivitas tambang membuang tailing hasil pengolahan emas ke dalam suatu tampungan pada suatu kolam pengendapan dan kemudian dialirkan langsung ke Sungai Mohutango dan Tulabolo. Konsentrasi merkuri yang berada di air dan sedimen akan terserap oleh akar tumbuhan. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi merkuri di tumbuhan cukup tinggi (Mahmud, 2013).
 
Hasil analisis menunjukkan bahwa serapan merkuri terbesar berturut-turut yaitu tumbuhan rumput-rumputan (paspalum conyugatum) di akar sebesar 20555.44 ppb dan di daun sebesar 6135.53 ppb, tumbuhan paku pakis di akar 4867.51 ppb dan di daun sebesar 2150.56 ppb, colocasia esculenta (batang hijau) di akar sebesar 4628.92 ppb dan di daun sebesar 1356.76 ppb, tumbuhan colocasia esculenta red stem di akar sebesar 3438.62 ppb dan di daun sebesar 945.84 ppb dan pada keladi tikus di akar sebesar 984.53 dan di daun sebesar 945.84 ppb. Berdasarkan hasil analisis ini maka ke lima jenis tumbuhan yang cukup toleran terhadap air limbah dan mampu menyerap merkuri dengan baik (Mahmud, 2013).
Hasil analisis menunjukkan dari ke 5 jenis tumbuhan walaupun mampu menyerap merkuri dengan baik tetapi yang cukup toleran dan cocok tumbuh di lokasi tambang tradisional adalah tanaman colocasia esculenta (batang hijau). Tumbuhan ini dapat digunakan oleh penambang untuk dijadikan media fitoremediasi. Tanaman ini dapat hidup subur di lokasi ini dan mudah didapatkan sehingga memudahkan para penambang membuat bak fitoremediasi pada lokasi tambang sekitar. Perbedaan karakteristik limbah yaitu limbah aliran tambang dan limbah yang masuk ke sungai akan mempengaruhi serapan merkuri dan daya toleran tanaman. Hal ini yang menyebabkan jenis tumbuhan ini dapat hidup subur pada aliran air di sungai dan menyerap merkuri dengan baik dan tidak toleran pada air limbah langsung yang dialirkan ke tumbuhan (Mahmud, 2013).
Mekanisme penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dibagi menjadi tiga proses yang berkesinambungan yaitu:
1)      Penyerapan oleh akar lewat pembentukan suatu zat khelat yang disebut fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat logam dan membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif
2)      Translokasi logam dari akar ke bagian lain tumbuhan melalui jaringan pengangkut yaitu xylem dan floem dan

3)      Lokaslisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolism tumbuhan tersebut (Priyanto dan Prayitno (2004) dalam Syahputra (2005).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bioremediasi In Situ dan Ex Situ

[Resume] Bioremediasi Limbah Cat

Mikroba dalam Bioremediasi