Fitoremediasi
FITOREMEDIASI
1. Pengertian
Fitoremediasi
adalah penggunaan tanaman untuk mengekstrak, mengakulumasi dan / atau
detoksifikasi polutan dan merupakan teknik baru dan kuat untuk membersihkan
lingkungan. Tumbuhan adalah agensia ideal untuk perbaikan tanah dan air, karena
sifat genetik tanaman yang unik baik dari aspek biokimia maupun fisiologisnya
(Sidauruk dan Patricius, 2015).
Fitoremediasi
adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari tanah atau perairan
yang terkontaminasi. Akhir-akhir ini teknik reklamasi dengan fitoremediasi
mengalami perkembangan pesat karena terbukti lebih murah dibandingkan metode
lainnya, misalnya penambahan lapisan permukaan tanah. Fitoremediator tersebut
dapat berupa herba, semak bahkan pohon. Semua tumbuhan mampu menyerap logam
dalam jumlah yang bervariasi, tetapi beberapa tumbuhan mampu mengakumulasi
unsur logam tertentu dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Juhaeti et.al 2005).
Fitoremediasi
didefinisikan sebagai pencucian polutan yang dimediasi oleh tumbuhan, termasuk
pohon, rumputrumputan, dan tumbuhan air. Pencucian bisa berarti penghancuran,
inaktivasi atau imobilisasi polutan ke bentuk yang tidak berbahaya (Hidayati,
2005). Fitoremediasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
berbagai mekanisme yang pada tanaman hidup untuk mengubah komposisi kimia dari
matriks tanah tercemar di mana mereka tumbuh. Pada dasarnya, ini adalah
penggunaan tanaman hijau untuk pembersihan tanah yang terkontaminasi, sedimen,
atau air (Sidauruk dan Patricius, 2015).
2.
Proses Utama dalam Fitoremediasi
Menurut Sidauruk dan
Patricius (2015), Fitoremediasi terdiri dari lima proses utama, yang
ditunjukkan pada Tabel dibawah ini:
No.
|
Proses
|
Mekanisme
|
Kontainan
|
1.
|
Phytostabilisasi
|
Tanaman menstabilkan polutan dalam
tanah, sehingga membuat mereka tidak berbahaya
|
Anorganik
|
2.
|
Phytoekstraksi
|
Hyperaccumulasi logam berat pada biomas
tanaman tinggi, logammengumpulkan tanaman mengumpulkan logam dalam
jaringannya khususnya pada bagian tajuk tanaman yang diserap dari dalam tanah
yang dipanen dengan metode pertanian konvensional
|
Anorganik
|
3.
|
Phytofiltrasi atau rhizofiltrasi
|
Akar tanaman tumbuh di air yg bercampur
dgn endapan berkonsentrasi logam beracun yang tercemar limbah
|
Organik dan anorganik
|
4.
|
Phytovolatilisasi
|
Tumbuhan menyerap logam (misalnya, Hg
dan Se) dari tanah dan menguapkan logam tersebut melalui dedaunan
|
Organik dan anorganik
|
5.
|
Phytotransformasi
|
Tumbuhan mendegradasi/ merubah
bentuk/valensi dari polutan sehingga tidak berbahaya atau memanfaatkannya
sebagai unsuh hara.
|
Anorganik
|
3. Strategi Fitoremediasi
Menurut Chaney et.al (1995), Ada beberapa strategi
fitoremediasi yang sudah digunakan secara komersial maupun masih dalam taraf
riset yaitu:
a.
Phytoextraction: Strategi berlandaskan pada kemampuan
mengakumulasi kontaminan.
b.
Creation of hydraulic
barriers: Strategi menyerap
dan mentranspirasi air dari dalam tanah.
c.
Rhizofiltration: Kemampuan akar menyerap kontaminan dari
air tanah
d.
Phytotransformation: Kemampuan tumbuhan dalam memetabolisme
kontaminan di dalam jaringan.
e.
Phytostimulation: Berlandaskan pada kemampuan tumbuhan
dalam menstimulasi aktivitas biodegradasi oleh mikrob yang berasosiasi dengan
akar.
f.
Phytostabilization: Imobilisasi kontaminan di dalam tanah
oleh eksudat dari akar.
g.
Phytomining: Kemampuan tumbuhan dalam menyerap logam
dari dalam tanah dalam jumlah besar dan secara ekonomis digunakan untuk meremediasi
tanah yang bermasalah.
4. Mekanisme Fitoremediasi pada Logam Berat
Tanaman hidup bisa
dilihat sebagai Pompa berbasis solar karena mampu mengekstrak dan memusatkan
unsur-unsur tertentu Lingkungan yang terkontaminasi. Setelah panen tanaman yang
kaya akan akumulasi Kontaminan, proses berikut mungkin pengeringan, ashing atau
pengomposan. Mekanisme biokimia tanaman dalam kasus fitoremediasi logam berat menurut
Raskin et.al (1997), sebagai berikut:
a.
Adsorpsi - permukaan akar merupakan faktor kunci
karena menyerap unsur Nutrisi, mengikat polutan dan nutrisi dan menyukai
interaksi antara tanaman Akar dan mikroba tanah dengan tujuan meningkatkan
bioavailabilitas logam.
b.
Akumulasi dan transportasi: - Peran protein
transporter - protein dan peptida yang meningkatkan pengikatan logam Pada
tanaman dapat memperbaiki toleransi atau akumulasi logam; - Agen pengkelat
(chelator alami dan sintetis) - agen pengkelat ditambahkan ke tanah membantu
meningkatkan bioavailabilitas logam, pengambilan dan translokasi logam berat
c.
Translokasi - akar sel ion logam penyerapan dan
transportasi mereka ke pucuk, Proses di mana sistem transportasi membran
memiliki peran utama.
d.
Detoksifikasi - hyperaccumulators memiliki
karakteristik besar menjadi sangat Efisien dalam detoksifikasi dan penyerapan
tanpa efek fitotoksik Untuk adsorpsi sejumlah besar logam berat; -
Kompartementalisasi vakuolar - vakuola adalah tempat penyimpanan utama yang
berat Logam di dalam sel tanaman dan ada kompartementalisasi vakuolar untuk
mengendalikan Distribusi dan konsentrasi ion logam untuk membatasi bagian lain
dari sel Memiliki akses terhadap kontaminan; - pengoksidasi - ion logam diubah
menjadi keadaan volatil;
e.
hiperakumulasi
- ion logam terkonsentrasi untuk> 0,1-1% dari kering Berat tanaman.
5. Contoh Agen Fitoremediasi
Sudah banyak hasil
penelitian yang membuktikan keberhasilan penggunaan tumbuhan untuk remediasi
dan tidak sedikit tumbuhan yang dibuktikan sebagai hiperakumulator adalah
species yang berasal dari daerah tropis. Menurut Sutrisno, dkk (2009) Tanaman bayam dapat
menyerap Cd dari tanah yang disimpan pada batang dan daunnya. Notohadiprawiro
(2006), menyebutkan bahwa potensi
tumbuhan dikotil (bayam) dalam mengakumulasi logam berat lebih besar daripada
tumbuhan monokotil. Kemampuan bayam dalam menyerap Cd menunjukkan bahwa bayam
merupakan tanaman hiperakumulator yang baik. Menurut Rina
(2009), Tanaman dari famili Brassicaceae dikenal memiliki banyak jenis
tumbuhan hiperakumulator yaitu pada genus Brassica dapat mengakumulasi
logam Cd atau logam toksik lainnya dalam konsentrasi tinggi. Dalam Juhaeti et.al (2005), menyebutkan
beberapa species yang bisa digunakan sebagai agen fitoremediasi diantaranya:
a.
Thlaspi calaminare untuk seng (Zn)
b.
T. caerulescens untuk kadmium (Cd)
c.
Aeolanthus biformifolius untuk tembaga (Cu)
d.
Phylanthus serpentinus untuk nikel (Ni)
e.
Haumaniastrum robertii untuk kobalt (Co)
f.
Astragalus racemosus untuk selesium (Se)
g.
Alyxia rubricaulis untuk mangan (Mn)
h.
Brachiaria mutica untuk air raksa (Hg)
Sidauruk dan Patricius (2015)
menyatakan bahwa:
a.
Ipomoea sp mampu menyerap sianida cukup
tinggi,
b.
Mikania
cordata (Burm.f.) mampu menyerap timbal (Pb).
Juhaeti et.al (2005) juga menunjukkan bahwa
sedikitnya ada satu taksa tumbuhan yang bersifat hiperakumulator untuk kadmium,
28 taksa untuk kobalt, 37 taksa untuk tembaga, sembilan taksa untuk magnesium,
317 taksa untuk nikel dan 11 taksa untuk seng.
6. Keuntungan dan Kerugian
Fitoremediasi dianggap
teknologi yang inovatif, ekonomis, dan relatif aman terhadap lingkungan
sehingga merupakan solusi untuk remediasi beberapa daerah yang tercemar logam
berat.
a. Keuntungan
Keuntungan utama
dari aplikasi teknik fitoremediasi dibandingkan dengan sistem remediasi lainnya
adalah kemampuannya untuk menghasilkan buangan sekunder yang lebih rendah sifat
toksiknya, lebih bersahabat dengan lingkungan serta lebih ekonomis. Keuntungan lainnya
yaitu biaya lebih murah bila dibandingkan dengan teknik in situ atau ex situ
lainnya. Tanaman dapat dengan mudah dimonitor untuk memastikan pertumbuhan,
logam berharga dapat direklamasi dan dipakai ulang melalui fitoremediasi
(Sidauruk dan Patricius, 2015).
Fitoremediasi
dapat diterapkan pada polutan organik dan polutan metal (anorganik).
Fitoremediasi banyak memiliki manfaat dan keuntungan, yaitu prosesnya ramah
lingkungan, mudah diterapkan, efisien, dan estetik, dapat bekerja pada berbagai
polutan, serta yang utama adalah tidak memerlukan biaya yang tinggi. Keuntungan
fitoremediasi adalah dapat bekerja pada senyawa organik dan anorganik,
prosesnya dapat dilakukan secara insitu dan eksitu, mudah diterapkan dan tidak
memerlukan biaya yang tinggi, teknologi yang ramah lingkungan dan bersifat
estetik bagi lingkungan, serta dapat mereduksi kontaminan dalam jumlah yang
besar (Santriyana dkk., 2013).
b. Kerugian
Fitoremediasi juga
menawarkan remediasi permanen pada lokasi atau daerah tercemar. Namun
fitoremediasi tetap saja mempunyai kekurangan karena sangat tergantung pada
kedalaman akar dan toleransi tanaman terhadap kontaminan. Disamping itu polutan
dapat masuk ke rantai makanan melalui tumbuhan hyperakumulator yang dikonsumsi
oleh binatang sehingga perlu menjadi perhatian bagi lingkungan hidup sebagai
hewan herbivora dapat menumpuk mengotori partikel di jaringan mereka yang pada
gilirannya dapat mempengaruhi keseluruhan jaringan makanan. Kelemahan
fitoremedisi juga dapat dlihat dari segi waktu yang dibutuhkan lebih lama dan
juga terdapat kemungkinan masuknya kontaminan ke dalam rantai makanan melalui
konsumsi hewan dari tanaman tersebut (Sidauruk dan Patricius, 2015).
Kerugian fitoremediasi ini adalah
prosesnya memerlukan waktu lama, bergantung kepada keadaan iklim, dapat
menyebabkan terjadinya akumulasi logam berat pada jaringan dan biomasa
tumbuhan, dan dapat mempengaruhi keseimbangan rantai makanan pada ekosistem
(Santriyana dkk., 2013).
Adapun kelemahan fitoremediasi yaitu
perlunya waktu yang cukup lama untuk menghilangkan polutan pada suatu area
terkadang sampai beberapa musim tanam. Kelemahan lain yaitu jumlah biomassa
yang dihasilkan perlu penanganan khusus karena mengandung polutan, kedalaman
akar yang terbatas tidak mampu menjangkau polutan yang masuk terlalu dalam ke
tanah, kimia tanah, konsentrasi kontaminan, kondisi iklim tingkat kontaminasi
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, (Tangahu dkk., 2011).
7. Contoh Kasus
a.
Fitoremediasi Logan Timbal (Pb) Menggunakan Tanaman
Melati Air (Echinodorus palaefolius).
Contoh fitoremediasi tersaji dalam
jurnal berjudul fitoemediasi logamtimbal (Pb) menggunakan tanaman melati air (Echinodorus palaefolius) pada limbah
industri peleburan tembaga dan kuningan oleh Jenny Caroline dan Guido Arron
Moa.
Jurnal tersebut membahas tentang
fitoremediasi menggunakan Echinodorus palaefolius untuk mengatasi pencemaran
dalam air limbah industri peleburan tembaga dan kuningan. Echinodorus
palaefolius (melati air) merupakan tumbuhan yang akarnya terletak pada dasar
perairan dan reproduksinya secara fleksibel. Tumbuhan ini dapat digunakan pada
fitoremediasi karena dapat menurunkan kadar nutrien (eutrofikasi) pada
perairan.
Mekanisme Echinodorus palaefolius
(melati air) untuk mengatasi pencemaran dalam air limbah industri peleburan
tembaga dan kuningan secara sederhana (mekanisme secara umum sudah dibahas
diatas) dapat dijelaskan sebagai berikut :
·
Tanaman
menyerap logam- logam yang larut dalam air melalui akar akarnya.
·
Di
dalam akar, tanaman melakukan perubahan pH oleh akar dan membentuk suatu zat
kelat yang disebut fitosiderofor.
·
Fitosiderofor
yang terbentuk ini akan mengikat logam dan membawanya ke dalam sel akar melalui
transpor aktif.
·
Setelah
logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya logam diangkut melalui
jaringan pengangkut xilem dan floem ke bagian tumbuhan lain, yaitu batang/tangkai
dan daun. Dan untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai
mekanisme detoksifikasi, dengan menimbun logam di dalam organ tertentu
Tahap penelitian meliputi penelitian
pendahuluan yaitu uji karakteristik awal air limbah, range finding test awal
dan kedua serta penyiapan media tanam dan reaktor penelitian.Tahap selanjutnya
penelitian lanjutan meliputi penyiapan dan penanaman tanaman uji, aklimatisasi
tanaman dan analisis logam berat timbal (Pb). Berikut sendiri adalah hasil dari
penyerapan Pb oleh melati air :
Reaktor kontrol sendiri menggunakan
air sumur, sedangkan reaktor ke 2 menggunakan air limbah dengan konsentrasi
pengenceran 5% sebagai reaktor uji. Hasil analisa pada waktu pemaparan hari ke
3 menunjukkan ada penurunan kadar Pb pada effluent reaktor. Besaran penurunan
kadar pencemar tersebut sebesar <0,0764 mg/L. Tanda < merupakan LOQ
(batas kuantitasi (parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai
kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria
cermat dan seksama) ). Sedangkan untuk
hasil yang lain juga menunjukan hasil yang bagus, yakni biomassa tanaman
terbesar pada reaktor kontrol sebesar 92,5%, sedangkan biomassa tanaman pada
reaktor limbah sebesar 84,52%. Tanaman menyerap logam timbal dari reaktor
limbah sebesar 4,87 mg/kg dengan persentase penyisihan 81,72% dan dari reaktor
kontrol sebesar 6,38 mg/kg dengan persentase penyisihan 86,05%. Efisiensi
penyerapan tertinggi pada reaktor limbah sebesar 55,97% sedangkan reaktor
kontrolsebesar 0% (Jenny et.al 2015).
b.
Fitoremediasi Limbah
Mengandung Timbal (Pb) Dan Nikel (Ni)
Menggunakan Tanaman Kiambang
(Salvinia molesta).
Contoh
fitoremediasi yang selanjutnya tersaji dalam jurnal berjudul Fitoremediasi
Limbah Mengandung Timbal (Pb) Dan Nikel (Ni)
Menggunakan Tanaman Kiambang (Salvinia
molesta) oleh Bunga Rulita Viobeth, Sri Sumiyati, Endro Sutrisno pada tahun
2013.
Jurnal tersebut
membahas tentang fitoremediasi menggunakan Salvinia molesta. Salvinia
molesta digunakan sebagai
agen Fitoremediasi karena Salvinia molesta
berpotensi sebagai tanaman hiperakumulator yang baik dengan pertumbuhan
dan kelangsungan hidup. Selain itu Salvinia
molesta mampu tumbuh pada nutrisi yang rendah.
Mekanisme yang dilakukan sebagai
berikut: Sampel Salvinia molesta
dikulturisasi selama 1 minggu yang berisi aquadest dan 1 gram Gandapan
hidroponik yang dilarutkan dalam bak berukuran sedang supaya hasil anakan
digunakan untuk uji fitoremediasi. Limbah artivisial timbal dan nikel yang
digunakan dengan konsentrasi 0.5; 0.8
mg/L untuk timbal dan 2.5; 3 mg/L untuk nikel. Konsentrasi tersebut dilarutkan
dalam 3000 ml aquadest untuk setiap aquarium. Setiap konsentrasi berisi berat
basah Kiambang yang berbeda yaitu 30. 60 gram. Jumlah ulangan yang dilakukan
sebanyak dua kali. Pengukuran penurunan konsentrasi Pb
dan Ni dalam air dilakukan setiap
3 hari selama 12 hari. Kemudian masing-masing sampel diujikan kadar Pb dan Ni
dengan AAS (Atomic Absorbtion Spectrometer).
Penelitian fitoremediasi
Pb dan Ni dengan menggunakan Salvinia molesta dapat diketahui besar laju reaksi dan orde
reaksinya penurunan konsentrasi dari Pb dan Ni. Persamaan laju reaksi yang terjadi pada fitoremediasi Pb dan
Ni dapat dituliskan : v = k [Pb]
[H2O] dan v = k [Ni] [H2O] Berdasarkan dari persamaan reaksi yang terjadi
pada fitoremediasi timbal dan nikel, maka dapat ditentukan besar
laju reaksi yang terjadi. perhitungan
besar laju reaksi yang terjadi pada fitoremediasi timbal dan nikel adalah perbedaan kecepatan
pada H-3, H-6, H-9, H-12 secara berturut-turut rata-rata sebesar 0.33, 0.167,
0.11, dan 0.08 mmol/L.hari. Hal ini berbanding lurus dengan waktu yang
ditunjukkan dengan kondisi Salvinia
molesta di hari keduabelas yang mulai berwarna kuning
bahkan ada beberapa daun yang menunjukkan warna kecokelatan karena telah
terserap kontaminan nikel ke dalam tubuhnya.
REFERENSI
Viobeth, Bunga Rulita., Sri Sumiyati.,
dan
Endro Sutrisno. 2013. Fitoremediasi
Limbah
Mengandung
Timbal (Pb) Dan Nikel (Ni) Menggunakan
Tanaman Kiambang (Salvinia molesta). Jurnal Teknik Lingkungan Universitas
Diponegoro, Semarang. 1 (6) : 3-7.
Chaney, R.L., Minnie Malik., Yin M Li., Sally
L Brown., Eric P Brewer., J Scott Angle., and
Alan JM Baker. 1995.
Potential use of metal hyperaccumulators. Mining
Environ Manag. 3: 9-11.
Hidayati,
Nuril. 2005. Fitoremediasi dan Potensi Tumbuhan Hiperakumulator. Hayati. 12(1):
35-40.
Jenny,
Caroline,. Guido, Arron, Moa. 2015.
Fitoemediasi logamtimbal (Pb) menggunakan
tanaman melati air
(Echinodorus palaefolius) pada limbah industri peleburan tembaga dan kuningan.
Prosding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015. 733-744
Juhaeti,
Titi., Fauzia Syarif dan Nuril Hidayat. 2004. Inventarisasi Tumbuhan Potensial
Untuk
Fitoremediasi Lahan dan Air Terdegradasi Penambangan Emas. Biodiversitas. 6(1): 31-33.
Notohadiprawiro. 2006. Logam Berat Dalam Pertanian.
Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sidauruk, Lamria dan Patricius Sipayung.
2015. Fitoremediasi Lahan Tercemar Di Kawasan
Industri Medan Dengan
Tanaman Hias. Jurnal Pertanian Tropik.
2(2): 178-186.
Raskin I., Smith R. D., Salt D.
E., 1997 Phytoremediation Of Metals:
Using Plants To
Remove Pollutants From
The Environment. Plant Biotechnology 8:221–226.
Rina, 2009. Pengaruh Kadmium Terhadap
Pertumbuhan Pakcoy (Brassica Rapa). Skripsi. Sekolah Ilmu Dan Teknologi Hayati ITB.
Santriyana, D.D., R. Hayati, I.
Apriani. (2013). Eksplorasi Tanaman Fitoremediator Aluminium (Al) yang
Ditumbuhkan pada Limbah Ipa PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak. Jurnal
Mahasiswa Teknik Lingkungan UNTAN 1(1): 1-11.
Sutrisno, Sa’ad., artanti dan
dewi, T. 2009. Fitoremediation for the Rehabilitation ofAgricultural
Land Contaminated by Cadmium and Copper. Jurnal tanah dan iklim. 30(1) :
59-66.
Tangahu, B. V., Sheikh Abdullah, S.
R., Basri, H., Idris, M., Anuar, N., & Mukhlisin, M. (2011). A review on
heavy metals (As, Pb, and Hg) uptake by plants through phytoremediation.
International Journal of Chemical Engineering 2(1): 29-50.
Komentar
Posting Komentar